Dua pekan lalu Saya membawa serta Aiedil serta rombongan keluarga besar Mama berangkat ke Tanah Toraja, menghadiri sebuah acara yang dinamakan Marara. Sebuah adat Tanah Toraja ketika selamatan Tongkonan. Tongkonan sendiri merupakan rumah tempat menyimpan padi, yang dimana makin kesininya telah beralih fungsi sebagai hiasan atau sebagai penanda kasta. Tepatnya di Desa Biang Besar, yang merupakan tanah kelahiran nenek moyang keluarga kami, sebuah Tongkonan kami persembahkan untuk nenek Dongka dan disejajarkan dengan keturunan-keturunan dari silsilah Raja Nenek Moyang kami. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 12 jam dari Maros, tibalah kami di kampung Biang Besar. Hawa dingin langsung menyergap tubuh dan aroma pegunungan yang sangat-sangat Saya rindukan membayar kelelahan perjalanan hari itu. Mata Saya langsung terperangah dengan deretan Tongkonan-Tongkonan megah yang sejajar. Tak banyak yang bisa Saya explore dibagian luar, Saya memboyong Aiedil naik kerumah yang akan kami jadikan tempat menginap malam itu. Dan ternyata rumah itu bentuk Tongkonan juga tapi ini yang fungsinya sebagai rumah tinggal, rumah tinggal nenek moyang kami dahulu. Rumah Tongkonan ini sudah berumur ratusan tahun, dengan masih bahan yang sama, adapun perombakan sedikit di tahun 1960 tapi tetap tidak mengubah bentuk aslinya. Bahan atapnya saja masih menggunakan bambu, yang kini Sudan ditumbuhi tanaman parasit, meskipun begitu interiornya masih bagus, dinding-dindingnya masih kokoh dan atapnya pun masih kokoh dan berfungsi dengan baik, tidak ada kebocoran sama sekali kala hujan deras malam itu melanda.